Empat Prinsip Dasar Dalam Perdagangan / Bisnis Islam
1. Karena
kebiasaan orang-orang Quraisy,
2. (yaitu)
kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.
3. Maka
hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka‘bah),
4. yang telah
memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka
dari rasa ketakutan.
{QS. Quraisy (106) : 1-4}
Tafsir
:
Surah Quraisy ini mengandung pedoman yang singkat tetapi padat dalam
bidang ekonomi. Jika pedoman itu diikuti dengan seksama, maka dapat membawa
kemakmuran bagi perorangan, masyarakat dan negara serta menyebabkan sukses
dalam bidang pembangunan. Syarat-syaratnya secara garis besar ada 4 yaitu:
1. Membiasakan
dagang yang dihasilkan dengan latihan, didikan, tradisi secara turun-temurun
yang menghasilkan pengalaman, sebab pengalaman itu adalah sebaik-baiknya guru (experience
is the best teacher). Syarat pertama ini diambil dari kalimat li ilaf yang artinya karena
kebiasaan.
2. Memelihara
nama baik, yang diambil dari kalimat Quraisy sebab suku atau kabilah Quraisy
itu termasuk kabilah yang paling mulia yang nantinya melahirkan Nabi Muhammad. Maka seorang pedagang pun harus selalu
memelihara nama baiknya sehingga dapat kepercayaan yang penuh dari sekalian
langganannya, karena tidak pernah dusta atau menipu, tidak pernah menyalahi
janji atau menimbun barang-barang yang dibutuhkan oleh rakyat dan lain-lain.
3. Mengadakan
misi perniagaan ke luar daerahnya, bahkan ke luar negeri untuk melebarluaskan
daerah lingkungan perniagaannya dan syarat ini diambil dari kalimat rihlah yang
artinya bepergian. Seorang pedagang tidak akan maju jika tidak mengadakan misi perniagaan
ke luar daerahnya.
4. Memperhatikan
situasi keadaan yang menguntungkan. Ia harus memperhatikan iklim, situasi, dan kondisi
tempat di sekitarnya. Syarat ini diambil dari kalimat asy-syita'i wa as-saif
yang artinya: pada musim dingin dan musim panas. Orang-orang Quraisy pun
mengatur arah perniagaannya yaitu di musim dingin mereka pergi ke sebelah
selatan yaitu negeri Yaman, dan di musim panas ke utara yaitu negeri Syam.
Jika keempat syarat ini diperhatikan dengan seksama niscaya akan
mendatangkan kemakmuran yang merata dan kemakmuran itu jangan sekali-kali hanya
untuk memuaskan hawa nafsu. Akan tetapi, harus dijadikan bekal untuk beribadah
kepada Allah yang mempunyai Baitullah dan digunakan untuk menyukuri segala
nikmat pemberian-Nya, agar menghasilkan kesejahteraan, cukup sandang-pangan dan
keamanan dari ketakutan seperti diisyaratkan dalam kalimat: "Yang telah
memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka
dari ketakutan."
Jadi yang harus disembah dan disyukuri itu ialah Allah Pemilik Ka'bah
sebab di dekat Ka'bah itu ada satu macam ibadah yang tidak terdapat di luar
kota Mekah yaitu tawaf di Baitullah.
Jika diperhatikan cara tawaf itu memang aneh sekali, sebab menurut hukum
alam setiap benda yang mengelilingi benda lain, lama-lama akan bertambah jauh
dari markasnya atau titik putarnya sesuai dengan daya sentrivical atau daya
lompatan ke luar. Jika sebuah batu diikat dengan tali lalu diputarkan maka bila
batu itu terlepas mesti terlempar jauh ke luar. Demikian pula dalam bidang
kerohanian, seorang pedagang yang tadinya rajin salat berjamaah dan menghadiri
pengajian pada ulama di kampungnya setelah sering bepergian ke luar daerah maka
ia bertambah jauh dari masjid dan ulamanya.
Jika ia bepergian ke luar negeri tentu akan bertambah jauh lagi dari
sumber agamanya. Tidak demikian keadaan orang yang sedang tawaf di Baitullah.
Walaupun ia berkeliling sampai tujuh kali, tetapi ia tetap berada di samping
Baitullah. Demikian pula hendaknya setiap pedagang yang telah menjadi hartawan
atau jutawan tetap saja tekun melaksanakan ibadahnya kepada Allah secara
terus-menerus (istikamah).
(1-2) Dalam ayat-ayat berikut ini, Allah menerangkan profesi suku
Quraisy sebagai kaum pedagang di negara yang tandus dan mempunyai dua jurusan
perdagangan. Pada musim dingin ke arah Yaman untuk membeli rempah-rempah yang
datang dari Timur Jauh melalui Teluk Persia dan yang kedua ke arah Syam pada
musim panas untuk membeli hasil pertanian yang akan dibawa pulang ke negeri
mereka yang tandus lagi kering itu.
Orang-orang penghuni padang pasir (Badui) menghormati suku Quraisy
karena mereka dipandang sebagai jiran (tetangga) Baitullah, penduduk tanah suci
dan berkhidmat untuk memelihara Ka'bah, dan penjaga-penjaga Ka'bah. Oleh karena
itu, suku Quraisy berada dalam aman dan sentosa, baik ketika mereka pergi
maupun ketika mereka pulang walaupun banyak terjadi perampokan dalam
perjalanan.
Karena rasa hormat kepada Baitullah itu merupakan suatu kekuatan jiwa
dan berwibawa untuk memelihara keselamatan mereka dalam misi-misi
perdagangannya ke utara atau ke selatan; sehingga timbullah suatu kebiasaan dan
kegemaran untuk berniaga yang menghasilkan banyak rezeki. Rasa hormat terhadap
Baitullah yang memenuhi jiwa orang Arab itu adalah kehendak Allah semata,
lebih-lebih lagi ketika mereka melihat bagaimana Allah menghancurkan tentara
gajah yang ingin meruntuhkan Ka'bah, sebelum mereka sampai mendekatinya.
Sekiranya penghormatan terhadap Baitullah kurang mempengaruhi jiwa
orang-orang Arab atau tidak ada sama sekali pengaruhnya niscaya orang-orang
Quraisy tentu tidak mau mengadakan perjalanan-perjalanan perdagangan tersebut.
Maka dengan demikian akan berkuranglah sumber-sumber rezeki mereka sebab negeri
mereka bukanlah tanah yang subur.
(3)
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan orang-orang Quraisy agar mereka menyembah
Tuhan Pemilik Ka'bah yang telah menyelamatkan mereka dari serangan orang
Ethiopia yang bergabung dalam tentara gajah. Seyogyanya mereka hanya menyembah
Allah dan mengagungkan-Nya.
(4) Kemudian Allah
menjelaskan sifat Tuhan Pemilik Ka'bah yang disuruh untuk disembah itu, yaitu
Tuhan yang membuka pintu rezeki yang luas bagi mereka dan memudahkan jalan untuk mencari rezeki itu.
Jika tidak demikian, tentu mereka berada dalam kesempitan dan kesengsaraan. Dia
mengamankan jalan yang mereka tempuh dalam
rangka mereka mencari rezeki, serta menjadikan orang-orang yang mereka jumpai
dalam perjalanan senang dengan mereka. Mereka tidak menemui kesulitan. Kalau
tidak, tentu mereka selalu berada dalam ketakutan yang mengakibatkan hidup
sengsara dan papa.
Referensi :